19.7.08

Alasan yang tepat

Seseorang non-nasionalis bertanya tentang kecintaannya terhadap negaranya. Ia dituntut untuk berbuat sesuatu untuk negaranya. Bukan untuknya, bukan untuk orang yang dicintainya, tetapi untuk negaranya. Walau negara adalah bagian dari identitasnya, negara baginya adalah zat absurd yang tidak bicara padanya, yang tidak membuatnya tertawa, yang tidak mencukupi apa yang ia butuhkan sebagai manusia.

Apabila negara bukan benda absurd yang tak terjamah, negara bisa diandaikan sebagai seorang perempuan. Jika kau bertemu seorang perempuan di kereta untuk pertama kalinya, perempuan yang tidak menarik. Perempuan ini tak bicara padamu, tak melucu dan tak membuatmu tertawa, tak menawarkan minuman dingin yang dipegangnya saat dia melirikmu dan melihatmu menelan ludah tanda kehausan. Apa yang akan kau lakukan untuk perempuan ini? Apakah kau akan menawarkan diri untuk membawakan tas belanjaannya? Apakah kau memiliki alasan untuk berbuat banyak untuk perempuan ini? Sang non-nasionalis berkata, ''Sebuat senyuman akan cukup."

Bagi sang non-nasionalis tuntutan ini lebih berat daripada menjalankan semua tuntutan agama dan kepercayaannya. Baginya hidup haruslah berdasar pada hubungan mutualisme, hubungan sebab akibat, memberi dan menerima. Baginya mencintai negara tidak sejalan dengan semua prinsip-prinsip hidupnya itu. Dan diatas semua itu, mencintai negara membutuhkan sebuah alasan. Dan ia tidak dapat menemukan alasan yang tepat untuk mencintai negaranya, dengan sepenuh hati. Alasan yang logis, yang membuatnya rela berkorban bagi negaranya.  Alasan yang manusiawi, bukan hanya semata-mata karena negara itu adalah identitasnya. Ia mencari alasan yang kuat. Alasan seperti alasan untuk mencintai seorang wanita. Baginya tanpa alasan kuat dan logis itu, ia dan negara bagaikan guntingan-guntingan kertas tak berlem. Tanpa alasan itu, sebagai seorang manusia ia tahu suatu saat ia akan berpaling ke sesuatu yang lebih riil, sesuatu yang lebih logis, sesuatu yang berbeda dan menawarkan prinsip-prinsip yang ia anut.

Sang non-nasionalis adalah seorang pencari. Ia mencari alasan. Ia mencari bukan untuk memberi, tapi untuk mengerti alasan yang tepat untuk mencintai. Ia tahu bahwa pencarian ini akan tak mudah. Semua ini sulit dan menantang karena negara bukan sebidang tanah, bukan sebatas lambang, dan juga bukan tuhan yang mewajibkan umat manusia untuk menjunjungnya. Negara adalah zat tercair yang tak terbendung dan tak terprediksi. Negara adalah kumpulan ide-ide. Negara adalah manusia-manusia, dan negara bukan saya. Selama ia tidak mengenal manusia-manusia ini dan segudang ide-idenya, ia tak akan mulai untuk mencintai negara.

Mengenal mungkin akan menyukai. Menyukai mungkin akan mencintai. Dengan alasan yang tepat semua itu akan menjadi mungkin.

No comments: